Selasa, 14 Februari 2012

SEJARAH SOSIAL


GERAKAN PETANI CIOMAS (1886)

Gerakan anti pemerasan atau penghisapan merupakan gerakan yang terjadi di tanah partikulir, yaitu wilayah yang dibeli oleh swasta dari Belanda. Timbulnya tanah partikulir adalah akibat penjualan tanah yang dilakukan oleh Belanda sejak zaman VOC, dan terus berjalan sampai pada abad 19. Semua tanah partikulir tersebut merupakan pemberian VOC kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa dalam menjaga ketentraman suatu wilayah. Tanah-tanah tersebut berada di daerah di sekitar Bogor. Hal ini menimbulkan agitasi kaum petani di wilayah tanah partikelir sepanjang abad XIX dan awal abad XX. pada umumnya adanya gerakan-gerakan yang terjadi di tanah partikelir adalah disebabkan oleh adanya pungutan pajak yang tinggi serta tuntutan pelayanan kerja yang memberatkan kaum petani di daerah tersebut.
Para tuan tanah yang menguasai tanah partikelir senantiasa melakukan eksploitasi dengan cara menarik hasil secara langsung, mengumpulkan uang sewa,dan bagian panen, bahkan ada pula yang tidak hanya memungut pajak namun juga beserta tenaga kerja dari petani-petani yang menanami tanah tersebut. Para tuan tanah selalu bertindak sewenang-wenang terhadap petani, seperti memaksakan melakukan segala macam kehendaknya, menuntut penyerahan tenaga kerja, serta mengusir para petani apabila mereka tidak dapat membayar hutang atau memenuhi pekerjaan yang diminta, serta membayar pajak sebagaimana mestinya.
Gerakan petani dalam melawan tuan tanah adalah gerakan disebut gerakan petani Ciomas pada tahun 1886. Peristiwa ini merupakan suatu pertentangan antara para petani dengan tuan tanah dan pemerintah. Yang dilatarbelakangi oleh adanya pungutan cukai, adanya suatu ketidakadilan dengan salah satu praktek perbudakan ( kerja paksa ), pajak yang tinggi, dan lain sebagainya. Salah satu pemimpin pemberontakan adalah Apan, yang berperan sebagai imam mahdi dan menyerukan perang suci. Pimpinan pemberontak yang lainnya adalah Mohamad Idris, yang memakai gelar Panembahan.
Sebelum memuncaknya perlawanan di daerah Ciomas terjadi eksploitasi yang sangat meningkat setelah para tuan tanah berusaha mengintensifkan produksiyna untuk kepentingan pasaran di luar desa. Situasi tersebut akhirnya memunculkan suatu situasi yang buruk serta konflik yang tajam. Hal tersebut menyebabkan terjadi migrasi ke luar wilayah tempat tinggal para petani untuk menghindari pajak serta penolakan terhadap kerja paksa terutama di perkebunan-perkebunan kopi. Ketidakpuasan itu kemudian memicu perlawanan yang terbuka dan penuh dengan kekerasan. Dengan mengambil bentuk pemberontakan secara langsung pada bulan Februari 1886, yaitu ketika Camat Ciomas Haji Abdurrakhim di bunuh. Kemudian pada 19 Mei 1886 Idris beserta pengikutnya menduduki Ciomas sealatan. Pada saat itu terjadi pembunuhan terhadap kalangan tuan tanah.
Umumnya gerakan-gerakan yang terjadi di Indonesia merupakan suatu ketidakpuasan terhadap pemerintah terutama pemerintah kolonial, yang sebagian besar mereka bertindak sewenang-wenang terhadap kaum marginal atau petani yang ada di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Umumnya para petani yang melakukan gerakan ini mengungkapakan suatu bentuk protes yang mendasar terhadap keadaan hidup yang terjadi di pedesaan. Hampir dari semua gerakan yang telah terjadi, menunjukkan adanya konsep Ratu Adil.
Sebenarnya gerakan petani yang terjadi khususnya di Indonesia memang tidak lepas dari pengaruh keagamaan. Seperti kita ketahui sebagian besar para pemimpin yang menggerakan para petani untuk melakukan suatu gerakan adalah orang-orang yang merupakan pemimpin keagamaan, seperti kiai, haji, alim ulama. Para pemimpin agama tradisional, mengendalikan lambang-lambang identitas dan harapan. Sebagai contoh dengan memberikan jimat ataupun ramalan akan datangnya kehidupan yang lebih baik. Hal ini dilakukan agar para pengikutnya yaitu petani terus setia terhadapnya untuk melakukan suatu pergerakan dalam perlawanan yang aktif dan bahkan untuk mengilhami pemberontakan bersenjata.
Di dalam masyarakat agraria khususnya di Jawa, dalam sistem kepemilikan tanah dibagi berdasarkan status sosial. Kelas pertama yaitu petani pemilik disebut juga kuli kenceng. Kelas kedua adalah petani penyewa atau disebut kuli karang kopek. Kelas ketiga adalah petani penggarap atau sering disebut bujang. Kelas status yang ketiga inilah yang selalu menjadi sasaran kebengisan atau kesewenang-wenangan bagi kelas yang berada di atasnya maupun penguasa. Selain berdasarkan status sosial, kepemilikan tanah juga didasarkan pada lamanya bermukim di desa dengan diberikan status tertinggi.  Menurut Koentjaraningrat (Billah, 1984: 254) menyebutkan terdapat 4 macam kepemilikan tanh di jawa, yaitu :
a.       Sistem milik umum (komunal) dengan pemakaian beralih
b.      Sistem milik umum dengan pemakaian bergilir
c.       Sistem milik umum dengan pemakaian tetap
d.      Sistem milik individu yang didapat secara turun temurun
Ketiaka pemerintahan kolonial mulai datang ke Indonesia, sistem kepemilikan tanah yang sebelumnya begitu teratur dan memiliki suatu hubungan yang saling menguntungkan antara kelas tertinggi dengan kelas terendah (adanya hubungan patron and client), secara beangsur-angsur mulai berubah. Ketika abad 19 pemerintahan kolonial mulai memperluas dan merasionalisasikan administrasi pemerintahan yang disesuaikan dengan paham-paham pemerintahan barat. Pemerintahan kolonial juga memperkenalkan konsep-konsep hak milik baru yang telah melemahkan ikatan-ikatan tata tertib tradisional. Yang menyebabkan terdainya suatu proses sekularisasi yang menimbulkan perpecahan antara kepercayaan keagamaan dan wibawa politik. Oleh karena itu banyak golongan pemuka agama muncul sebagai kekuatan-kekuatan yang menentang penetrasi barat.
Salah satu kasusnya adalah mengenai kepemilikan tanah adalah peristiwa gerakan Ciomas pada tahun 1886.  Yang menjadi penyebabnya adalah Particuliere Landerijen atau tanah-tanah partikulir. Partikuliere Landerijen adalah tanah-tanah milik pribadi yang sangat luas, pemilik-pemiliknya dapat disebut tuan tanah yang mempunyai hak feodal terhadap para penyewa tanah mereka. Termasuk hak istimewa untuk memungut pajak-pajak pribadi dan tugas kerja paksa yang berat. Pemerintah kolonial memang jarang ikut campur dalam urusan intern tanah-tanah partikulir tersebut. pemerintah juga memperbolehkan prraktek kesewenang-wenangan tersebut melampaui batas bahkan berlangsung tanpa adanya usaha perbaikan. Gerakan rakyat melawan pemerasan di tanah partikelir akhirnya berujung kepada kerusuhan.
Pada kasus gerakan Ciomas ini, jika dilihat dari setting sosial budaya tidak jauh berbeda dengan gerakan-gerakan yang terjadi di Jawa lainnya. Yaitu tentang adanya konsep ratu adil serta kepercayaan akan datangnya suatu kehidupan yang aman tenteram serta makmur. Masyarakat pedesaan disana terutama para petani memiliki kepercayaan hal-hal yang bersifat ghaib yang mengatur kehidupan mereka. Dalam gerakan Ciomas ini konsep sosial budaya yang muncul adalah yang pertama mileniarisme, milleniarisme adalah suatu gerakan yang mengahrapkan kehidupan yang lebih baik pada masa yang akan datang. Begitu pun dengan gerakan para petani ini mengharapkan dengan melakukan suatu gerakan terhadap para tuan tanah dapat mendatangkan suatu kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Mereka berharap mereka akan dapat terhindar dari kesewenang-wenangan para tuan tanah pada masa itu. Yang kedua adalah Mesianisme, yaitu gerakan petani yang memperjuangkan datangnya seorang juru selamat, yang akan menegakkan keadilan dan perdamaian dalam sebuah negara yang makmur. Hal ini terlihat ketika seorang pemimpin gerakan yang bernama Apan, ia mengaku sebagai Imam Mahdi, para petani yang pada saat itu memiliki suatu kepercayaan akan datangnya seorang juru selamat, ratu adil, yang akan menegakkan keadilan dan perdamaian dalam sebuah negara yang makmur seperti menambah suatu keyakinan bahwa seorang ratu adil itu memang akan muncul, dan akan membebaskan mereka dari penderitaan yang dialami. Yang ketiga adalah konsep mengenai perang suci, konsep ini meruapakan unsur dari agama islam yaitu perang jihad. Disini jelas terlihat bahwa gerakan petani yang terjadi di Ciomas tidak hanya gerakan petani semata, namun juga dipengaruhi oleh unsur agama islam yang sebenarnya menjadi dasar gerakan petani yang terjadi di Indonesia khususnya. Dalam setiap gerakan petani yang terjadi di Indonesia memang tidak terlepas dari pengaruh agama, sosok pemimpinnya pun kebanyakan adalah dari golongan pemuka agama yang memiliki kharisma yang tinggi di mata para pengikutnya.
Secara politik gerakan petani Ciomas memang menentang akan kebijaksanaan pemerintah kolonial secara tidak langsung. Seperti telah dijelaskan bahwa munculnya tanah-tanah partikulir tersebut adalah ketika masuknya pengaruh kekuasaan kolonial barat. Sampai dengan tahun 1915 sekitar 1,2 juta hektar tanah perkebunan dan persawahan telah dijual oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda kepada pihak swasta. Sehingga para petani hanya dianggap sebagai buruh tani mendapatkan upah sekitar 12,5 cent per hari. Disamping itu para petani atau buruh tani tersebut diwajibkan untuk melakukan kerja 5 hari setiap bulannya tanpa mendapatkan upah. Dalam kasus ini terlihat bahwa politik yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda memang telah memberikan dampak yang cukup besar dalam sistem kehidupan, ekonomi bahkan politik. Secara otomatis membawa perubahan dan bahkan kegoncangan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Masuknya pengaruh belanda tersebut telah mengubah struktur masyarakat yang sebelumnya memiliki hubungan yang tradisional, tindakan Belanda menghapus kedudukan menurut adat penguasa pribumi dan menjadikan mereka sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda telah meruntuhkan kewibawaan tradisional penguasa pribumi. antara penguasa dan rakyat memiliki suatu hubungan yang saling menguntungkan dan saling menghormati, berubah menjadi suatu ancaman bagi rakyat kecil, karena pemimpin atau penguasa pribumi sendiri  sudah membelot ke pemerintahan kolonial. Dengan masuknya sistenm ekonomi uang, beban rakyat menjadi semakin berat. Sehingga tingkat kesejahteraan rakyat semakin menurun hingga mencapai suatu taraf tingkat kemiskinan yang tinggi. Praktek pemerasan dan penindasan terhadap kaum petani tersebut semakin menjadikan rakyat semakin lemah dan tidak berdaya untuk melakukan perlawanan. Hal itu terjadi karena umumnya para pejabat seperti demang atau pencalang lebih mementingkan kepentingan pribadi mereka, agar mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dibalik pemberontakan-pemberontakan petani yang terjadi, terutama di Ciomas pada tahun 1886, ternyata bukan hanya karena penderitaan akibat penindasan yang dilakukan oleh kakitangan tuan tanah dan pemerintah Hindia Belanda belaka, akan tetapi terdapat suatu idealisme dibalik pemberontakan-pemberontakan tersebut.
Berdasarkan aspek kepemimpinannya, pemberontak Ciomas seperti telah dijelaskan sebelumnya memang mengandung unsur agama yang kental. Pemimpin pemberontakannya pun beragama islam dan ia mengaku sebagai Imam Mahdi. Datangnya seorang Imam Mahdi tersebut sesuai kepercayaan masyarakat akan datangnya seorang mesias yang akan membebaskan mereka dari penderitaan yang selama ini dialami. Oleh karena itu ketika sosok pemimpin Apan dan kemudian Muhammad Idris muncul untuk merekrut para petani untuk melakukan suatu gerakan pemberontakan, dengan mudah dapat mengajak para petani tersebut untuk menjadi pengikutnya untuk melakukan aksi gerakan anti pemerasan. Namun belum ditemukan sumber yang akurat bagaimana cara pemimpin pemberontakan ini meyakinkan pengikut-pengikutnya, apakah dengan cara pembagian jimat ataupun dengan hal-hal ghaib lainnya. dapat disimpulkan bahwa pemikiran masyarakat indonesia pada saat itu masih tradisional dengan segala pemikiran irasional yang tinggi.


SEJARAH PEREKONOMIAN


DINAMIKA KORUPSI DI INDONESIA
(Cikal Bakal Budaya Korupsi)

Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikan, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik itu politikus maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya yang dekat dengan mereka, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dengan kata lain mereka menggunakan uang negara atau  perusahaan untuk kepentingan pribadi. Berdasarkan sudut pandang hukum tindakan korupsi merupakan tindakan yang melawan hukum yang dapat dijerat dengan hukuman yang berat. Tindakan korupsi ini masuk ke dalam penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, yang dilakukan untuk memperkaya diri, orang lain atau korporasi, yang sudah jelas bahwa hal tersebut sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada beberapa macam tindakan korupsi yang dilakukan dengan berbagai cara diantaranya, memberi hadiah atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan atau menerima gratifikasi. Budaya korupsi ini sudah merajalela dan sulit sekali untuk diberantas, karena bukan hanya pejabat yang banyak terlibat dalam kasus korupsi. Masyarakat sekalipun sudah menganggap bahwa hal itu sudah merupakan hal yang biasa. Karena perlu kita garis bawahi bahwa korupsi itu tak hanya dalam hal keuangan.
Sebagian orang manyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah membudaya dan telah merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Menurut Baharuddin Lopa (Baharudin Lopa dan Moh.Yamin,1987:6), pengertian umum tentang tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain yang merugikan atau dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan dan kepentingan rakyat.
Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU 31/1999), memberi pengertian tentang tindak pidana korupsi sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain serta dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Yang termasuk ke dalam pengertian korupsi pula ialah suap terhadap para pejabat atau pegawai negeri.
Selain tokoh diatas masih banyak yang mengungkapkan pengertian korupsi ini diantaranya, menurut Dr. Kartini Kartono korupsi merupakan tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna menegduk keuntungan pribadi dan tentu saja merugikan kepentingan umum. Menurut Huntington (1968) korupsi merupakan perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit membagi tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.  Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum di bawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bododh terhadap akibat yang ditimbulkan terhadap masyarakat. Isitilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi, definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seoarang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi. Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih rendah daripada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.
Dengan batasan pengertian korupsi yang demikian belum tentu sudah mengakomodir seluruh pandangan masyarakat tentang apa yang dianggap sebagai korupsi. Demikian halnya di Indonesia dengan rumusan yang demikian rigid dapat mempersempit arti apa yang dimaksud perbuatan korupsi. Sehingga banyak pelaku koruypsi di Indonesia yang lolos dari jeratan hukum. Unutk menghindari bias pengertian korupai ini perlu dibuat suatu standar etik yang berlaku dalam birokkrasi tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam menentukan suatu kebijakan publik. Bila mempergunakan batasan yang terlalu formil dan kaku akan merumitkan upaya untuk mengurangi korupsi.
Pengertian korupsi ini juga dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda yaitu sudut pandang filsafat materialisme dan empirisme, sehingga dapat dipahami bahwa beberapa perbuatan untuk memperoleh kekayaan agar dapat membantu orang lain, memberikan banyak sumbangan sosial dan keagamaan, membantu keluarga, membantu negara, mendapatkan kehormatan dan kedudukan dalam masyarakat, menguntungkan rakyat.
Cikal Bakal Munculnya Budaya Korupsi serta Perkembangannya
Jika ditelusuri lebih dalam lagi, gejala korupsi yang berkembang bukanlah gejala penyakit sosial yang muncul di era modern saat ini. Namun, melalui sebuah proses dari setiap masa yang dilewati. Periode yang dilewati dalam sebuah tradisi atau gejala sosial akan memuncak dan muncul minimal setelah tiga generasi dengan perhitungan satu generasi selama 25 tahun. Korupsi yang saat ini mendera masyarakat Indonesia telah berakar kuat karena adanya proses yang cukup panjang. Tidak hanya di Indonesia, tetapi se4mua bangsa juga berakar dari sejarah ke masa silam. Korupsi adalah suatu gejala sosial dalam sejarah dan masa kini.           
Menurut penelitian budaya korupsi khususnya yang terjadi di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman dahulu ketika masih dalam zaman kerajaan. Hal ini diungkapkan oleh Sutherland, ia melakukan sebuah penelitian. Ia menyimpulkan bahwa secara historis praktek korupsi kerap terjadi dalam pemerintahan di Indonesia, khususnya sejak masa pemerintahan kerajaan mataram islam. Sebelum datangnya bangsa Barat masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang feodal yang korup meskipun mempunyai budaya tinggi dan lembaga semi birokrasi. Datangnya bangsa Barat, menjadi faktor pendorong yang memperkuat budaya korup itu. Artinya menurut Sutherland telah terjadi kolusi buadaya yang memperkuat model korupsi yang sudah ada sebelumnya.
Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah mengakar dan membudaya. Bahkan di kalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang menganggap korupsi merupakan sesuatu yang wajar. Korupsi berawal dari pembiasaan, akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat negara. Jika dikatakan telah membudaya dalam kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini muncul dan berkembang ?. tulisan ini akan sedikit memberikan pemaparan mengenai asal-usul budaya korupsi di Indonesia yang pada hakikatnya telah ada sejak dulu ketika daerah-daerah di nusantara masih mengenal sistem pemerintahan feodal ( Oligharki Absolut), atau sederhananya dapat dikatakan, pemerintah di saat daerah-daerah yang ada di nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh kaum bangsawan yang notabene memiliki kekuasaan penuh. Korupsi yang ada saat ini berasal dari masa lalu yang bertumpu pada kekuasaan “ birokrasi patrimonial” dan bertumpu pada sistem feodal.
Mentalitas yang belum hilang pada jati diri bangsa inilah salah satu sebab sulitnya membangun masyarakat yang bersih dari korupsi serta membangun masyarakat modern. Feodal juga tidak bisa kita salahkan sepenuhnya karena Jepang yang dulunya mungkin sampai saat ini merupakan negara feodal yang mampu bangkit dan maju. Mereka mampu mengendalikan zaman feodalnya, bukan tertinggal zaman dengan alasan adanya mental feodal.
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalui 3 fase sejarah, yakni : zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang.
Zaman Kerajaan
Sistem kerajaan di nusantara tidak dapat hilang begitu saja. Indonesia atau dulunya Nusantara menggunakan sistem kerajaan lebih dari 3 abad, sedangkan sistem pemerintahan demokratis di Indonesia masa hidupnya belum genap satu abad terhitung sejak Indonesia merdeka.
Kerajaan yang silih berganti juga sepanjang sejarah juga menjadi pandangan tersendiri sebagai akar sejarah. Pergantian tersebut banyak terjadi karena adanya perpecahan sejarah di Nusantara. Hal itu memperlihatkan satu hal bahwa bangsa kita pada saat itu masih rapuh. Salah satu sebab perpecahan itu adalah adanya oknum-oknum pejabat daerah yang tergiur untuk memperkaya diri sehingga memisahkan diri dari kekuasaan pusat.
Pada fase kerajaan budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten, dll, mengajarkan bahwa konflik kekuasaan yang didertai dengan motif untuk memperkaya diri, telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan kita di kemudian hari. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan abdi dalem. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja.Kerasnya feodalisme menyebabkan seorang bupati atau penguasa pada wilayah tertentu harus sering menyerahkan upeti kepada raja yang memerintah bahkan terlebih lagi agar bupati itu ingin tetap menjadi bupati. Pemberian upeti atau hadiah mungkin pada zaman itu dianggap sebagai hal yang wajar dalam sistem pemerintahan yang feodal. Tapi justru hal inilah yang membentuk karakter dari para pemimpin pada zaman itu dan masih mengakar sampai sekarang.
Pengertian upeti itu sendiri dalam persfektif sejarah, sebenarnya merupakan pajak yang tidak mengikat namun posisinya merupakan kewajiban. Upeti dapat dikatakan sebagai suatu tiket untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Suhartono menyatakan praktek upeti seperti ini tergolong ke dalam kategori penyuapan yang tidak lain merupakan suatu bentuk atau atau salah satu jenis korupsi. Model serta praktek korupsi seperti ini sudah sudah marak dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa budaya feodal di zaman dulu telah terwarisi hingga sekarang. Tentu saja budaya korupsi yang ada di Indonesia sekarang sangat sulit untuk diberantas. 
Secara akar budaya, korupsi akan selalu muncul jika dalam suatu masyarakat tidak ada pemisahan antara milik pribadi dan milik umu. Seorang raja tradisional yang menggunakan penghasilan negara, tidaklah disebut korupsi. Begitu juga dengan pejabat daerah yang menggunakan penghasilan dari jabatannya untuk kepentingan pribadi yang harus agung, tidaklah bisa disebut korup.
Dari kejadian sejarah terdapat hal yang menarik untuk dicatat adalah peninggalan Mataram yang menyuburkan korupsi saat ini, meskipun pada saat itu belum didefinisikan sebagai tindakan korupsi, yaitu sistem penggajian kerajaan Mataram. Soemarsid Martono (1963) mencatat adanya sistem salary-financing dalam bentuk hak milik berupa tanah garapan yang diberikan kepada pejabat sesuai dengan kedudukannya. Dari tanah garapan itu, sang pejabat diharapkan bisa mengongkosi semua pengeluaran yang bertalian dengan pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Sistem ini secara tradisional melahirkan penyimpangan dalam pengelolaan negara karena tidak ada pemisahan antara uang pemerintahan dan milik pribadi. Telah terjawab sudah, salah satu penyebab korupsi saat ini adalah sistem kerajaan yang saat itu tidak masuk dalam kategori korupsi, tetapi kini adalah korupsi.Selain itu Mataram tempat susuhan menyita milik pejabat kerajaan yang dicopot dari jabatannya. Namun, para pejabat-pejabat kerajaan yang diperkirakan terlalu memperkaya diri sendiri karena denda-denda istimewa. Denda ini seharusnya masuk ke dalam kas-kas raja.
Sistem nilai tradisional yang bersumber pada masa silam tersebut masih saja dipelihara dan dijadikan tameng pembenaran budaya atas pratek-praktek penyimpangan kekuasaan oleh aparat pemerintah dalam konteks dan perubahan kondisi yang ada di lapangan. Lalu, yang perlu kita tambahkan lagi adalah nilai solidaritas kita yang tinggi terutama pada sanak saudara dahulu, baru kemudian teman terdekat. Budaya inilah yang pada saat ini turut digunakan dalam pembagian kekuasaan padahal tindakan tersebut termasuk tindakan korupsi yang lebih dikenal dengan istilah nepotisme. Dulu memang sudah menjadi hal biasa ketika kita mengangkat pejabat daerah dari kalangan keluarga kita karena dulu masih bersifat birokrasi patrimonial dan yang terjadi kini hanya metode serta sistem yang berbeda. Turut diakui bahwa memang perjalanan sejarah dengan berbagai macam perubahannya telah menjadi bagian dari terbentuknya budaya korupsi di negara kita dan tentunya mungkin di negara lain juga. Korupsi yang pasti ada di setiap waktu dan setiap tempat karena bentuk korupsi selalu bermodifikasi bentuknya sesuai dengan tempat dan waktunya. Namun, yang perlu dicatat kita tidak sepenuhnya menyalahkan sistem yang ada pada kerajaan. Korupsi yang ada di Indonesia juga akibat dari pemerintahan kolonial Belanda.
Zaman Penjajahan
Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah kolonial selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang di kalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalakan daerah administratif tertentu, misalnya demang, tumenggung, dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah tetorial tertentu. Mereka diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, yang digunakan oleh Belanda untuk memperkaya diri dengan menhisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia.
VOC sebagai satu-satunya perusahaan dagang multinasional dan terbesar di zamannya dengan wilayah kerja yang begitu luas mulai dari Amerika Serikat, Afrika bagian Selatan, ssebagian Wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara khususnya Indonesia terpaksa bangkrut karena korupsi yang begitu besar di setiap hirarki struktural di dalamnya. Dan dengan bubarnya bubarnya pemerintahan Hindia Belanda langsung diambil alih oleh kerajaan Belanda. Khusus di wilayah Indonesia dengan banyak pulau dan kerajaan-kerajaan kecil di dalamnya, pemerintah Hindia Belanda menerapkan Teori asosiasi.yaitu pemerintah Hindia Belanda mengangkat para bangsawan pribumi, bupati, atau adipati dan kaum priayi untuk menjadi regen untuk memerintah di wilayah kekuasaan masing-masing. Para regen bertugas menjalankan pemerintahan di suatu wilayah kabupaten seperti menarik pajak dan penyaluran hasil-hasil perkebunan. Penghasilan seorang regen dirinci menjadi 4 bagian. Pertama, gaji tetap bulanannya. Kedua, jumlah khusus sebagai kompensasi atas hak pemindahan ke Pemerintaha Belanda. Ketiga, bonus dari bagian kuantitas hasil serahan produk-produk kabupatennya seperti kopi, gula, nila, kayu manis, dll. Dan terakhir, pemakaian tenaga serta kekayaan para bawahannya.
Para regen untuk mempertahankan kebangsawannya serta menimbulkan kesan bangsawan pada penduduknya harus senantiasa hidup mewah bahkan pengeluarannya harus melebihi dari pendapatannya. Oleh karena itu pemerintaha Hindia Belanda sering memberikan hadiah bagi para regen yang mengirimkan penduduknya untuk kerja paksa tanpa gaji. Sebenarnya keturunan regen tidak sendirinya menjadi regen, tetapi kembali untuk menimbulkan kesan bangsawan di hadapan penduduknya seorang regen harus membayar mahal dan, menyetor upetikepada pemerintah Hindia Belanda agar kelak digantikan oleh anaknya. Jelas pada masa itu rakyat biasa tidak sadar bahwa pemimpinnya pada dasarnya pemimpin bayaran. Dan tidak diragukan lagi pemberantasan penyalahgunaan kekuasaan ini pasti sangat sulit bahkan sampai di zaman demokrasi sekarang ini.
Sebenarnya kehancuran kerajaan-kerajaan besar seperti sriwijaya, majapahit dan mataram karena perilaku korup dari sebagian besar para bangsawannya. Selain itu, terdapat pula campur tangan dari pemrintahan Belanda dengan cara memecah belah. Pada tahun 1755 dengan perjanjian Giyanti, VOC memecah Mataram menjadi dua kekuasaan yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kemudian tahun 1757/1758 VOC memecah Kasunanan Surakarta menjadi dua kekuasaan,begitu pula dengan Kasultanan Yogyakarta.
Benar bahwa penyebab pecah lemahnya Mataram lebih dikenal karena faktor intervensi dari luar, yaitu campur tangan VOC di lingkungan Kerajaan Mataram. Namun apakah sudah ada yang meneliti bahwa penyebab utama mudahnya bangsa asing mampu menjajah Indonesia khususnya Belanda. Hal tersebut lebih karena perilaku elit bangsawan yang korup, lebih suka memperkaya pribadi dan keluarga, kurang mengutamakan aspek pendidikan moral, kurang memperhatikan ”character building”, mengabaikan hukum apalagi demokrasi. Terlebih lagi sebagian besar masyarakat di Nusantara tergolong miskin, mudah dihasut provokasi atau mudah termakan isu dan yang lebih parah mudah di adu domba.
Belanda memahami betul akar “ budaya korup “ yang tumbuh subur pada banga Indonesia, maka melalui politik “ Devide et Impera” mereka dengan mudah menaklukan nusantara. Namun, bagaimana pun juga Sejarah Nusantara dengan adanya intervensi dan penetrasi Barat, rupanya tidak jauh lebih parah dan penuh tindak kecurangan, perebutan kekuasaan yang tiada berakhir, serta berintegrasi seperti sekarang. Gejala korupsi dan penyimpangan kekuasaan pada waktu itu masih didominasi oleh kalangan bangsawan, sultan dan raja,  sedangkan rakyat kecil nyaris belum mengenal atau belum memahaminya.
Perilaku korup bukan hanya didominasi oleh masyarakat Nusantara saja, rupanya orang-orang Portugis, Spanyol dan Belanda pun gemar mengkorup harta-harta Korpsnya, institusi atau pemerintahannya. Kita pun tahu kalau penyebab hancur dan runtuhnya VOC juga karena korupsi. Lebih dari 200 orang pengumpul Liverantie dan Contingenten di Batavia kedapatan korup dan dipulangkan ke negeri Belanda. Kebiasaan mengambil upeti dari rakyat kecil yang dilakukan oleh raja Jawa ditiru oleh Belanda ketika Menguasai Nusantara (1800-1942) minus Zaman Inggris (1811-1816), akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda. Namun, yang lebih menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk pribumi juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya kasus penyelewengan pada pelaksanaan Culture Stelsel yang berarti sistem pembudayaan. Isi peraturan dalam culture stelsel sebenarnya sangat manusiawi dan sangat beradab, namun pelaksanaannya sangat tidak manusiawi, mirip dengan Dwang Stelsel yang artinya sistem pemaksaan.
Jepang yang datang menjajah Indonesia setelah Belanda ternyata tidak membawa perubahan yang berarti bagi pemberantasan praktek korupsi birokrasi. Kehidupan rakyat Indonesia bahkan secara kualitatif lebih sengsara. Dalam catatan ahli sejarah, periode pendudukan Jepang memberlakukan Indonesia sebagai arena perang, dimana segala sumber alam dan manusia harus dipergunakan untuk kepentingan perang bala tentara Dai Nippon. Bahkan akibat langkanya minyak tanah, yang diprioritaskan bagi kepentingan bala tentara Jepang, rakyat diwajibkan untuk menanam pohon jarak, yang akan di ambil bijinya sebagai alat penerangan. Sangat sulit untuk mendapatkan beras atau pakaian pada saat itu (Thamrin,2000).
Korupsi pada masa pendudukan Jepang diperparah oleh adanya kekacauan ekonomi rakyat, dan terlalu berorientasinya Jepang pada ambisi untuk memenangi perang di kawasan Asia, sehingga pelayanan administrasi pemerintahan, pembangunan ekonomi, dan kesejateraan rakyat diabaikan. Sebagaimana dinyatakan oleh Thamrin (2000), ahli sejarah banyak yang mencatat bahwa korupsi pada saat pendudukan Jepang bahkan lebih parah dibandingkan masa VOC maupun masa pemerintahan Belanda.
Zaman Modern
Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja, salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal tersebut tercermin dari perilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde Lama Soekarno, yaang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga sekarang. Anderson (1972) pernah menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah ada sebelum Belanda menjajah Indonesia. King menambahkan bahwa korupsi malah merajalela saat pemerintahan Belanda. Herbert Feith (1962) menuturkan bahwa lepas dari belenggu penjajah, tepatnya setelah proklamasi kemerdekaan 1945, untuk sementara waktu korupsi menurun cukup signifikan.
Orde Lama bukan berarti era dimana korupsi tidak mewabah. Budaya korupsi yang sudah mendarah daging sejak awal sejarah Indonesia dimulai seperti yang telah diuraikan sebelumnya, rupanya kambuh lagi di Era Pasca Kemerdekaan Indonesia, baik di era orde lama maupun di era orde baru. Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya dalah masyarakat masih belum melihat kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Ada beberapa catatan untuk menandai awal mula munculnya korupsi di kalangan pejabat dalam negeri pada masa ini. Pertama, ketika pemerintah orde lama membuat kebijakan untuk mengambil alih perusahaan dan aset-aset asing, yaang dikenal dengan “ nesionalisasi” melalui sebuah Undang-Undang yang dikeluarkan pada tahun 1958. Kebijakan yang sejatinya sarat misi untuk memulihkan perekonomian nasional itu disalahgunakan oleh kalangan militer. Yaitu dengan menguasai perusahaan hasil nasionalisasi, dengan manajemen yang tidak terkontrol secara baik dan transparan oleh kalangan masyarakat sipil. Kedua, ketika orde lama mngeluarkan kebijakan politik benteng, yang sejatinya juga sarat misi untuk membantu para pengusaha dalam negeri dapat dibentengi dan diproteksi negara. Tetapi kebijakan ini dalam implementasinya diselewengkan dan hanya menghasilkan konkalikon serta sarat KKN. Kondisi tersebut di perparah oleh sistem politik yang tidak demokratis, sertaa saat itu pemerintah sedang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Perbedaan pendapat, oposisi, dan kritik oleh kalangan sipil dinilai sebagai kontraduktif, bahkan tidak jarang dianggap sebagai kontra revolusi. Inilah yang menjadikan korupsi tidak dapat dikontrol dengan baik, apalagi diberantas. Di masa pemerintahannya Soekarno pernah melakukan rasionalisasi perusahaan-perusahaan asing melalui suatu Undang-undang. Tetapi sebelum UU tersebut diberlakukan pihak militer telah melakukan aksi sepihak dan merebut perusahaan-perusahaan asing itu.
Pada era kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi, Paran dan Operasi Budhi namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari Panitia Retooling Aparatur Negara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani. Salah satu tugas Paran adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi formulir yang disediakan. Dalam perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden. Usaha Paran akhirnya mengalami deadlocke karena kebanyakan pejabat berlindung di balik Presiden. Di sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah sedang memanas sehingga tugas Paran akhirnya diserahkan kembali kepada pemerintah (kabinet Juanda).
Tahun 1963 melalui keputusan presiden no 275 tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkohankam/Kasab ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih berat, yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan. Lembaga ini kemudian dikenal dengan istilah “ Operasi Budhi”. Sasaranya adalah perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan pratek korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengal;ami hambatan. Misaalnya, untuk menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menjalankan tugas ke luar negeri, sementara direksi yang lain menoolak diperiksa dengan dalih belum mendapat izin dari atasan. Dalam kurun waktu tiga bulan sejak  Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat diselamatkan sebesar kurang lebih Rp 11 miliar, jumlah yanng cukup signifikan untuk kurun waktu itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi dihentikan. Menurut Soebandrio dalam suatu pertemuan di Bogor mengatakan bahwa prestise persiden harus ditegakkan di atas semua kepentingan yang lain. Selang beberapa hari kemudian, Soebandrio mengumumkan pembubaran Paran/Operasi Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi Kotrar (Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi) dimana Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah kemudian mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya mengalami stagnasi. Bisa dikatakan pada masa orde lama ini tidak dapat memberantas tidak korupsi yang ada, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor : pertama, UU untuk merasionalisasi perusahaan asing belum diberlakukan. Kedua, pemerintah menerapkan politik benteng. Ketiga, kegagalan pemerintahan Demokrasi Terpimpin untuk mengatasi disintregrasi administrasi kenegaraan.
Jadi masalah korupsi dan pemberantasannya di masa pemerintahan Orde Lama bukan saja korupsi dapat dikurangi, tetapi juga ti]dak diberantas. Di sisi, kebijakan untuk memproteksi pengusaha tidak dipersiapkan matang, sehingga yang muncul adalah perusahaan-perusahaan nasional yang semu, yang pada gilirannya lisensi tersebut akhirnya disewakan secara tidak fair ( korup ).
Selanjutnya pengalaman orde baru dalampemberantasan korupsi juga tidak jauh berbeda dari Orde Lama. Bahkan pada masa Orde Baru korupsi malah semakin merajalela dan masuk ke retorika politik belaka. Pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 agustus 1967, Presidan Soeharto menyalahkan rezim orde lama yang tidak mampu memberantas korupsi sehingga segala kebijakan ekonomi dan politik berpusat di Istana. Pidato itu memberi isyarat bahwa Soeharto bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud dari tekad itu tidak lam kemudian dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai jaksa agung. Tetapi TPK tidak mempunyai keberanian untuk membongkar korupsi yang sudah mewabah, hingga akhirnya terjadi demokrasi mahasiswa serta pelajar secara besar-besaran di tahun 1970, yang menuntut dan mendesak Soeharto memenuhi janjinya untuk lebih serius memberantas korupsi, terutama di Pertamina, Bulog, dan Departemen Kehutanan, yang kemudian muncul inisiatif dibentuknya Lembaga Komite Empat yang beranggotakan Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo A Tjokroaminoto. Tugas lembaga ini adalah membersikan perusahaan yang terlibat korupsi. Namun lembaga ini pun tidak mampu menjalankan tugasnya. Sehingga dibentuklah OPSTIB yang dipimpin oleh Laksamana Sudomo. Pada Era Reformasi tindak pidana korupsi semakin menjamur di kalangan para penguasa. Bahkan pada Era ini virus korupsi sudah mulai merasuki hampir seluruh elemen negara.
Mengapa Budaya Korupsi Sulit untuk Dihilangkan?
Korupsi yang terjadi di Indonesia khususnya memang sangat sulit untuk diberantas. Bagaimana telah kita ketahui sebelumnya bahwa budaya korupsi merupakan warisan masa lalu. Hal seperti korupsi ini sudah terjadi sejak zaman kerajaan, dimana para penguasa yang menuntut adanya pembayaran wajib seperti upeti. Selain itu tuntutan perekonomian bangsa Indonesia sendiri yang tidak stabil seringkali menyebabkan seseorang untuk melakukan hal-hal yang eharusnya tidak ia lakukan. Sebagai contoh saja, seorang kepala keluarga, ia tak menghidupi anak istrinya namun ayah ibunya juga kerabat yang lain. Yang tidak akan cukup hanya dengan gaji pokok. Bagaimana pun harus ada usaha untuk mencukupi semua itu, meskipun harus ditemph dengan cara-cara yang tidak halal seperti menerima suap dan korupsi. Hal seperti ini pun bisa melahirkan budaya korupsi semakin menjamur dan semakin sulit untuk diberantas.
Moralitas vs Sentralisme Kekuasaan
Korupsi merupakan suatu masalah ekonomi yang berakar pada struktur sosial-politik masyarakat Indonesia. Korupsi bukanlah masalah moral semata.  Belakangan ini begitu banyak terdengar kampanye sederhana yang intinya adalah menekankan kepada masyarakat bahwa, jika morupsi ingin dibasmi, maka perbaikilah moral dan akhlak dasar kita,. Upaya tersebut bukan salah namun keliru jika kita memandang persoalan ini secara objektif dan komprehensif. Bahkan kekhawatiran terbesar masyarakat adalah upaya kampanye ini hanya dijadikan  sebagai upaya penngalihan isu dari pejabat yang terlibat korupsi. Rendahnya moralitas seseorang, memang menjadi salah satu penyebab korupsi, namun masih ada hal yang lebih penting dari akar persoalan membudayanya praktek korupsi, yang tentu lebih substansial dari sekedar alasan moralitas. Salah satu di antara banyak faktor yang berperan menyuburkan korupsi adalah sentralisme kekuasaan, atau struktur pemerintahan yang memusatkan kekuasaan di tangan segelintir elit saja. Sama persis dengan praktek kekuasaan yang dijalankan oleh pemerintahan Orde Baru, dimana pemerintah dengan begitu mudahmenarik pajak dan uang rakyat atas nama untuk pembangunan. Siapa yang menhalangi di cap sebagai anti pemerintah, membahayakan stabilitas Negara. Kekuasaan negara yang terpusat kepada segelintir orang saja, tentu akan mengakibatkan dominasi dan hegemoni yanng kuat terhadap mayoritas rakyat Indonesia. Hal inilah yang menjadi faktor penting mengapa korupsi begitu sangat mudahnya tumbuh subur dan berkembang di Indonesia.
Pada sisi lain, secara sosiologis dapat kita analisis bahwa kecenderungan korupsi yang menyebar dan menjamur dikalangan masyarakat umu, juga tidak lepas dariu bangunan kekuasaan yang dipraktekan oleh Orde Baru. Pemikiran masyarakat telah secara otomatis terhegemoni oleh lingkungan sosial tang terbentuk dari bangunan kekuasaan yang sentralistik dan otoriter tersebut. Wajarlah jika kemudian sebagian besar pejabat-pejabat pemerintahan hingga tingkat daerah, juga ikut bertindak sama dengan perilaku yang diterapkan oleh kekuasaan Orde Baru yang otoriter dan sewenang-wenang. Pejabat lokal pemerintah inipun, tak segan untuk menggunakan otoritasnya demi memperkaya diri sendiri dengan menghisap serta menindas masyarakat. Ironisnya masyrakat terkesan diam dan tidak berani bertanya apalagi melakukan protes akibat dominannya kekuasaan yang terjadi. Akibatnya budaya politik yang terbangun ditengah masyarakat cenderung prematur dan pragmatis. Misalnya, banyaknya masyarakat yang berlomba-lomba untuk menjadi Bupati atau Camat atau bahkan anggota DPR meski harus menghabiskan biaya yang tidak sedikit dalam pemikirannya dengan satu pemikiran bahwa dana yang dikeluarkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan hasil yang akan didapat olehnya nanti. Sungguh situasi yang sangat menyedihkan ditengah kondisi dan kehidupan masyarakat yang semakin terpuruk.


Jumat, 10 Februari 2012

THOMAS JEFFERSON


THOMAS JEFFERSON : POLITIK DEMOKRASI SERTA PERANANNYA TERHADAP AMERIKA SERIKAT

Pada bab ini penulis akan membahas hasil penelitian mengenai permasalahan Presiden Thomas Jefferson politik demokrasi serta peranannya terhadap Amerika Serikat. Bab ini dibagi menjadi beberapa sub bab, dimana setiap sub bab menguraikan jawaban atas masalah-masalah yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya. Beberapa sub bab tersebut adalah (1) Biografi Thomas Jefferson, (2) Pemerintahan Presiden Thomas Jefferson, (3) Jeffersonian Democracy: Politik demokrasi Thomas Jefferson, (4) Peranan Thomas Jefferson terhadap Amerika Serikat.
4.1 Biografi Thomas Jefferson
4.1.1 Latar Belakang
Thomas Jefferson lahir pada tanggal 13 April 1743 di Shadwell, Gloochland, Virginia, Amerika Serikat. Jefferson adalah anak dari pasangan keluarga yang berada yaitu Peter dan Jane Randolph Jefferson. Di sisi ibunya Thomas Jefferson adalah keturunan dari bangsawan. Sedangkan ayahnya adalah berasal dari kelas petani kecil di Virginia. Telah tercatat dalam sejarah bahwa banyak laki-laki dari Monticello yang berbakat menjadi petani ataupun filsuf, tetapi kebanyakan mereka telah meninggalkan jejak kepribadian dan pandangan atas kehidupan politik bangsa mereka.
Pada usia 5 tahun yaitu pada tahun 1748, Thomas Jefferson sudah memulai pendidikan dibawah bimbingan keluarga di Tuckahoe. Namun pada tahun 1752 setelah 4 tahun Jefferson menempuh pendidikan, ia kembali ke Shadwell dan mulai bekerja di sebuah rumah perkebunan. Jefferson banyak menghabiskan waktu masa kecilnya di Shadwell. Pada tahun 1757 setelah ayahnya meninggal Jefferson dikirim ke Northam di St James Paroki untuk mempelajari bahasa latin kepada William Douglas. Ayahnya, Peter, meninggal pada saat Jefferson berumur 14 tahun dan Jefferson diwarisi tanah seluas 2,750 acre dan sejumlah budak belian. Setelah belajar dengan William Douglas kemudian Jefferson menuntut ilmu lagi di Sekolah James Maury di Fredericksville Paroki, Virgina. Selama di sekolah itu banyak hal tentang pengetahuan yang ia pelajari diantaranya belajar bahasa klasik Yunani dan Latin, sejarah, sastra, geografi serta ilmu alam. Jefferson menghabiskan waktu 2 tahun untuk belajar di James Maury.
Thomas Jefferson dikenal sebagai siswa yang serius dalam mengikuti pembelajaran. Selain mempelajari ilmu-ilmu dan sosial mempelajari juga berbagai kesenian terutama menari dan bermain biola. Kemudian pada tahun 1760 hingga tahun 1762 Thomas Jefferson menuntut ilmu di College of William and Mary di ibukota Virginia, Williamburgs. Disana Jefferson mempelajari budaya dan sastra Yunani serta Latin klasik. Selain belajar Jefferson juga mengajar pelajaran matematika, sejarah alam, metafisika, dan filsafat moral. Ia menjadi menjadi pengajar favorit dari murid-muridnya. Sama seperti di James Maury, disini pun Jefferson hanya bertahan 2 tahun, karena kemudian Jefferson keluar dan belajar hukum kepada pengacara yang terpelajar di Virginia, George White. Selaim mempelajari hukum Jefferson juga mempelajari hal lain yaitu belajar sejarah Perancis, Italia, Inggris dan sastra. Jefferson sangat tertarik terhadap teori ilmiah baru yaitu inokulasi. Demi ketertarikannya terhadap inokulasi tersebut Jefferson melakukan perjalanan ke Philadelphia, Pennsylvania, untuk melakukan penelitian inokulasi melawan cacar.
Pada tahun 1767, Thomas Jefferson membuka praktek hukum sebagai pengacara di Virginia. Jefferson cukup sukses sebagai pengacara tetapi sumber pendapan utamanya adalah dari tanah peninggalan ayahnya. Selama membuka praktek hukum tersebut Jefferson menghabiskan banyak waktu untuk mengawasi  perkebunan Shadwell. Jefferson mengamati pertumbuhan tanaman dan pohon-pohon, menyimpan catatannya dalam sebuah buku taman khusus. Dia adalah seorang pengamat lingkungan yang sangat hati-hati, ia menyimpan catatan-catatan seperti suhu, biaya, resep, serta hal-hal lain yang ia anggap penting. Dalam sebuah tulisan Jefferson mengungkapkan bahwa “not a sprig of grass that shoots uninteresting to me” (Microsoft ® Encarta ® 2008).
Sepanjang hidup Thomas Jefferson buku memegang peranan penting dalam pendidikannya. Bahkan ketika Revolusi Amerika dan ketika menjadi Duta Besar Amerika di Prancis, Jefferson mengumpulkan dan mengakumulasi ribuan buku untuk perpustakaan di Monticello. Berdasarkan saran dari George Wythe Jefferson membangun sebuah perpustakaan yang besar, dimana hal tersebut juga untuk mendukung pengetahuan dan pendidikan Jefferson. Jefferson pernah menyatakan bahwa “I cannot live without books” (www.wikipedia.com)  , yang artinya bahwa “ saya tidak bisa hidup tanpa buku”.
4.1.2 Perjalanan Karir
Pada tahun 1770, Thomas Jefferson mulai bekerja di tanah kediamannya di puncak gunung di Monticello, yang sekarang Charlottesville, Virginia. Di tanah tersebut Jefferson membangun sebuah rumah yang merupakan hasil rancangan Jefferson sendiri dengan menggunakan gaya arsitektur klasik. Pada tahun 1772, ia menikahi seorang wanita yang merupakan seorang janda 24 tahun bernama Martha Wayles Skelton. Patty, adalah panggilan kesayangan Jefferson terhadap istrinya. Pernikahan tersebut memberikan kebahagiaan tersendiri bagi Jefferson. Namun di balik kebahagiaan itu semakin hari kesehatan istri Jefferson semakin memburuk, dan akhirnya meninggal pada tahun 1782.
Kematian istrinya telah berpengaruh besar terhadap Jefferson, sehingga memberikan pengaruh kembali ke dunia politik. Sebelum menikah Jefferson ditempatkan di badan pengadilan Virginia selama 7 tahun, namun selama itu pula Jefferson tidak pernah meninggalkan ketertarikannya terhadap dunia pertanian. Pada saat pernikahannya Jefferson selama beberapa tahun menjadi anggota Virginia House of Burgesses atau Dewan Perwakilan Rakyat Virginia. Dewan ini merupakan majelis rendah legislatif Virginia, yang sering disebut dengan Majelis Umum. Jefferson terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Virginia pada tahun 1768, dan mulai menjabat di kantor Williamburgs pada musim semi tahun 1769. Pada saat itu Jefferson menulis sebuah esai penting yang dikenal dengan Jefferson A Sumary View of Rights of British America, dalam esai tersebut berisi tentang pandangan sekilas mengenai hak-hak Amerika dari Inggris. Esai tersebut ditulis pada tahun 1774.
Thomas Jefferson dikenal sebagai seorang liberalis yang kuat dengan ide-ide demokratis. Jefferson mempercayai bahwa kekuatan politik harus ada di tangan rakyat. Selain itu Jefferson juga mendukung kebebasan beragama dan media (pers). Pada tahun berikutnya Thomas Jefferson dipilih menjadi anggota Delegasi Virginia untuk menghadiri Kongres Kontinental kedua. Thomas Jefferson dianggap sebagai kelompok radikal, karena pendapat dan tindakannya sering bertentangan dengan perkebunan konservatif di daerah Tidewater. Selain itu Thomas Jefferson juga dikenal sebagai seorang pembicara yang miskin, tetapi ia memiliki bakat sastra yang tinggi sehingga Jefferson sangat dihargai oleh anggota komite ketika Jefferson mengeluarkan resolusi atau surat-surat umum. Sebagai seorang Burgess, Jefferson juga aktif dalam dalam peristiwa yang menyebabkan Revolusi Amerika (1775-1783). Thomas Jefferson menjadi anggota Burgess sampai tahun 1779.
Pada saat tahun 1779 setelah ia keluar dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Virginia, Jefferson menjadi pengganti Patrick Henry sebagai Gubernur Virginia. Kemudian pada tahun 1780 Jefferson dipilih kembali sebagai Gubernur Virginia. Namun pada tahun 1781 Thomas Jefferson mengundurkan diri dari jabatannya, hal tersebut dikarenakan adanya serangan Inggris terhadap Virginia dan Jefferson hampir ditangkap oleh Inggris. Selain itu banyak orang yang tidak senang terhadap masa jabatan Thomas Jefferson, sehingga pada pemilihan selanjutnya Jefferson tidak terpilih lagi sebagai Gubernur. Selama masa jabatannya Jefferson menulis sebuah esai yang berjudul The Statute of Religious Freedom, hal tersebut berisi tentang kebebasan beragama. Selain itu Thomas Jefferson juga menulis salah satu buku yang berjudul Notes of the States of Virginia. Buku tersebut memuat mengenai sikap Jefferson yang tegas dan terang-terangan dalam menentang perbudakan. Setelah Thomas Jefferson mengundurkan diri sebagai Gubernur Virginia, ia juga mencoba berhenti dari urusan politik. Tetapi dengan meninggal istrinya pada tahun 1782 telah menjadikan Jefferson kembali bergabung dengan dunia politik.
Pada tahun 1783, Thomas Jefferson dipilih menjadi wakil Virginia di dalam Kongres Amerika Serikat. Selama 6 bulan Jefferson berhasil menulis kurang lebih 31 dokumen kenegaraan, yang beberapa diantaranya sangat penting bagi pemerintahan Amerika Serikat. Pada tahun 1784 Jefferson datang ke Prancis untuk sebuah misi diplomatik. Pada awalnya Jefferson menjabat sebagai komisaris untuk membantu negosiasi perjanjian komersial di Paris. Kemudian pada tahun 1785 Thomas Jefferson menjadi Duta Besar Amerika di Prancis menggantikan Benjamin Franklin. Selama 5 tahun Jefferson menetap di Prancis, terbukti bahwa Jefferson adalah seorang diplomat yang rajin dan handal. Selama berada di Paris Jefferson tidak menghadiri The Constitutional Convention di Philadelphia, meskipun Jefferson sebenarnya mendukung dan mengikuti proses tersebut melalui surat menyurat. Pada awal September 1785, Jefferson bergabung dengan John Adams melaui surat di London untuk perjanjian anti-pembajakan dengan Maroko. Perjanjian tersebut disahkan oleh Kongres pada tanggal 18 Juli 1787. Perjanjian tersebut masih berlaku sampai sekarang, sehingga perjanjian tersebut disebut perjanjian tidak terputus terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat.
Pada tahun 1789 Thomas Jefferson kembali ke Amerika Serikat. Pada tahun tersebut Presiden George Washington mulai dilantik, Konstitusi yang baru tersebut belum memiliki tradisi yang bisa dijalani bahkan belum mendapat dukungan rakyat sepenuhnya. Selain itu, pemerintahan baru juga harus menciptakan mesin pemerintahannya sendiri untuk mengatur segala kebutuhan keamanan dan kesejahteraan sebuah negara. Kongres akhirnya memutuskan Thomas Jefferson dijadikan sebagai Menteri Luar Negeri atas perintah dari George Washington. Kemudian Menteri Keuangan dipegang oleh Alexander Hamilton. Namun antara Thomas Jefferson dengan Alexander Hamilton sering terjadi pertentangan terutama dalam hal politik. Mereka memiliki cara pandang politik yang berbeda sehingga perdebatan sulit untuk dihindari. Jefferson dan Hamilton berdebat terutama mengenai kebijakan fiskal pendanaan utang perang. Oleh karena itu dalam sejarah Amerika bahwa Amerika terpecah menjadi dua golongan politik, yaitu golongan federalis, dimana pendukung politik Hamilton membentuk partai Federal. Sedangkan pendukung politik Jefferson membentuk partai Republik-Demokratis yang merupakan anti-federalis.
Dengan terpecahnya sistem politik tersebut memunculkan persaingan yang cukup kuat dari kedua belah pihak partai yang berbeda faham tersebut. Pada tahun 1793 Thomas Jefferson memutuskan untuk pensiun di Monticello, dimana Jefferson terus menentang kebijakan Hamilton dan Washington. Namun Perjanjian Jay atau Perjanjian London yang diadakan pada tahun 1794 atas pimpinan Hamilton telah meembawa perdamaian perdagangan dengan Inggris. Sedangkan disisi lain Madison yang didukung kuat oleh Jefferson ingin menyerang Inggris tanpa harus berperang.
Thomas Jefferson mencalonkan diri sebagai presiden dari partai Republik-Demokratik pada tahun 1796. Tetapi ketika penghitungan suara dimenangkan oleh John Adams, sehingga Jefferson mendapat posisi sebagai Wakil Presiden (1797-1801).     
4.2 Pemerintahan Presiden Thomas Jefferson
4.2.1 Masa Sebelum Menjadi Presiden
Sejak awal berdirinya pemerintahan baru di Amerika Serikat, telah mengalami cobaan yang berat yang hampir memecah belah keutuhan persatuan dari Amerika Serikat itu sendiri. Peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat diatasi diantaranya seperti pemberontakan di pennsylvania, perang laut melawan Perancis, permintaan hak negara dari virginia dan kentucky serta berbagai skema Barat yang merujuk kepada perpecahan.
Pada tahun tersebut yaitu pada tahun 1790 muncul dua sistem partai, yaitu Federal dan Republik-Demokratis. Sepanjang sejarah Amerika, munculnya kedua partai politik tersebut telah menimbulkan pertikaian yang kuat antara golongan Federalis dan Antifederalis. Golongan Federalis dipelopori oleh Alexander Hamilton, politiknya mewakili kepentingan kaum pedagang perkotaan terutama terhadap pelabuhan. Sedangkan Antifederalis dipelopori oleh Thomas Jefferson, yang politiknya mewakili kepentingan orang-orang pedesaan dan wilayah selatan. Selama beberapa tahun Amerika Serikat berada dalam situasi politik yang waspada dan aktif. Perdebatan kedua partai tidak hanya menyangkut masalah sosial, tetapi juga masalah kekuasaan pemerintah. Golongan Federalis mendukung kekuasaan pemerintah pusat. Sedangkan Antifederalis mendukung kekuasaan negara-negara bagian. Hal tersebut menimbulkan konflik yang tidak dapat dihindarkan. Puncak dari perdebatan kedua partai politik tersebut berlangsung pada pemilihan Presiden pada tahun 1800.
Kesulitan di Amerika Serikat bukan hanya masalah internal saja, tetapi ditambah juga dengan kerumitan masalah internasional. Hal tersebut dikarenakan merasa ketidakadilan terhadap posisi Amerika seiring dengan dikeluarkannya traktat yang baru dibuat oleh Jay dengan Inggris, memakai alasan Inggris yang menyatakan bahwa angkatan laut, dan perahu yang berlayar ke pelabuhan musuh adalah subjek yang boleh dirampas oleh angkatan laut Perancis. Setelah diberlakukan traktat tersebut sekitar 300 kapal-kapal Amerika dirampas oleh Perancis. Selain itu Perancis juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika. Kemudian John Admas mengirimkan tiga orang utusan ke Paris untuk negosiasi, tetapi hasil laporan menyampaikan bahwa negosiasi baru bisa dilaksanakan apabila Amerika bersedia untuk meminjamkan uang sebesar $12 juta kepada Perancis.
Peristiwa tersebut memancing kemarahan Amerika, sehingga menimbulkan peperangan berupa serangkaian pertempuran laut dengan Perancis yang terjadi pada tahun 1799. Permusuhan antara Amerika terhadap Perancis akhirnya diadakan Kongres dan mengeluarkan Undang-Undang yang memiliki dampak buruk bagi kebebasan sipil Amerika. Undang-Undang tersebut adalah Alien Act ( Undang-Undang Orang Asing) dan Sedition Act (Undang-Undang Penghasutan). Kemudian dikeluarkan pula Naturalization Act (Undang-Undang Naturalisasi). Isinya mengenai persyaratan kewarganegaraan yang awalnya 5 tahun menjadi 14 tahun. Undang-Undang tersebut ditujukan kepada para imigran Irlandia dan Prancis yang diperkirakan mendukung kaum Republik. Sebagian besar pendakwaan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang tersebut di atas lebih meningkatkan dukungan terhadap kaum Republik.
Tahun 1800 merupakan tahun yang penting bagi masyarakat Amerika. Karena pada tahun ini orang Amerika telah siap untuk melakukan perubahan terutama dalam hal pemerintahan. Pemerintahan Washington dan Adams bersama kaum Federalis telah membangun sebuah pemerintahan yang kuat, tetapi terkadang gagal dalam memegang prinsip bahwa pemerintah Amerika Serikat harus tanggap terhadap keinginan rakyat. Disisi lain Thomas Jefferson sudah mendapatkan banyak dukungan dari petani kecil, pemilik toko, dan pekerja lainnya yang menyuarakan dukungan terhadap Thomas Jefferson. Jefferson mendapat dukungan yang besar karena ambisinya terhadap cita-cita Amerika.
Thomas Jefferson adalah orang yang ditakuti oleh lawan politiknya kaum Federalis. Kaum Federalis khawatir menjelang pemilihan karena dukungan rakyat terhadap Jefferson sudah banyak. Selain itu kaum Federalis merasa takut jika Jefferson terpilih menjadi Presiden, maka pemerintahan yang dibangun oleh kaum Federalis selama 12 tahun akan hilang. Dengan demikian kaum Federalis berasumsi bahwa kekuasaan pusat akan dikembalikan kepada masing-masing negara bagian, kekuasaan kehakiman akan mengalami pengurangan, dan sistem administrasi keuangan yang dipegang oleh Hamilton akan dibongkar dan dihancurkan. Pandangan kaum Federalis terhadap Thomas Jefferson cenderung negatif, Jefferson dipandang sebagai seorang Atheis yang akan menyerang gereja-gereja, Jefferson adalah orang munafik bangsawan yang menyamar menjadi seorang demokrat sebagai motif dasar untuk mendapat suara dalam pemilihan, dan masih banyak hal negatif lainnya. Pada intinya Jefferson diragukan oleh dewan konstitusi untuk berhasil menjadi seorang Presiden, meskipun ia mendapat dukungan yang banyak dari rakyatnya.
Kaum Republik melihat keadaan tersebut merasakan hal sama dengan kaum Federalis, bahwa pemilihan Presiden akan jatuh ke partai Federal. Dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat 1800, disebut juga dengan Revolusi 1800. Hal tersebut dikarenakan pada pemilihan kali ini tidak dimenangkan kembali dari kaum Federalis, ditandai dengan kekalahan John Adams dalam pemungutan suara yang berbeda tipis dari Thomas Jefferson.
4.2.2 Pemerintahan Presiden Thomas Jefferson (1801-1809)
Pada tanggal 4 Maret 1801 Thomas Jefferson dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat dengan Wakil Presiden Aaron Burr. Hal tersebut dikarenakan Aaron Burr dan Thomas Jefferson mendapatkan suara yang sama untuk Electoral Votes. Sesuai dengan konstitusi maka keputusan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dan akhirnya terpilih Thomas Jefferson. Sementara itu John Adams pensiun sebagai Presiden meninggalkan Washington kembali ke kediamannya di Massachusetts. John Adams bahkan tidak menghadiri upacara pelantikan atas kemenangan saingan politiknya Thomas Jefferson. Sumpah jabatan dilaksanakan di Kamar Senat oleh John Marshall di New Capitol, Washington DC. Pada saat itu Thomas Jefferson didampingi oleh pendamping dari milisi, dua anggota kabinet Adams, serta beberapa kawan politiknya. Thomas Jefferson yang diberi julukan “Presiden Rakyat” diterima dengan baik di sebagian negara bagian yang ditandai dengan perayaan besar di seluruh Uni.
Ketika pelantikan berlangsung Thomas Jefferson membacakan pidato pelantikannya yang berisi mengenai prinsip-prinsip yang berlaku secara umum seperti, kebebasan beragama, kebebasan pers, kebebasan orang dibawah perlindungan Habeas Corpus, keadilan yang sama dan tepat untuk semua orang, persetujuan mutlak berdasarkan keputusan mayoritas. Pemerintah harus menahan diri untuk melukai satu sama lain, kebebasan di dalam hal industri dan perbaikan dan tidak menerima suap. Kebijakan luar negeri harus menjadi penghubung perdagangan, perdamaian, dan persahabatan yang jujur dengan semua bangsa, dengan tidak melibatkan aliansi.
Presiden Thomas Jefferson merupakan Presiden pertama yang dilantik di Washington DC. Jefferson terkenal sebagai seorang yang tegas kepada lawan politiknya. Misalnya saja ia berusaha menyingkirkan sisa-sisa kaum Federalis yang masih ada dalam tubuh pemerintahan dengan cara menghindari serangan langsung.Hal tersebut dilakukan dengan mencegah unsur-unsur Federalis muncul dalam elit politik, tetapi tetap meneruskan beberapa kebijaksanaan dalam bidang ekonomi. Usaha Jefferson untuk membersihkan lembaga pengadilan dari unsur-unsur Federalis gagal untuk dicapai. Dikarenakan Samuel Chase yang menjabat sebagai Mahkamah Agung dari kaum Federalis tetap bertahan pada jabatannya. Untuk jabatan menteri keuangan Hamilton digantikan oleh Albert Gallatin. Pada masa akhir jabatannya yang kedua, Albert Gallatin telah mengurangi utang nasional. Seiring dengan gelombang semangat aliran Jefferson meluas ke seluruh negeri, satu per satu negara bagian menghapus kualifikasi pemilikan tanah untuk pemungutan suara dan mengeluarkan undang-undang yang lebih manusiawi bagi orang-orang yang memiliki utang.
Reformasi perbaikan dan pengelolaan keuangan adalah tujuan yang ingin dicapai oleh Jefferson dan Gallatin dalam hal perekonomian. Tujuan mereka adalah menetapkan pajak yang lebih rendah serta mengurangi utang nasional. Langkah yang sangat penting untuk mencapai penurunan pajak tersebut adalah pencabutan tindakan pendapat internal.
Salah satu keberhasilan politik Thomas Jefferson selama masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat adalah Louisiana Purchase (Pembelian Louisiana) pada tahun 1803 dari Prancis. Keberhasilan yang lain yang terkenal adalah kemenangan Amerika Serikat pada perang di luar negeri (Barbary War), dan penghapusan perdagangan budak. Thomas Jefferson mengakhiri masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat pada tahun 1808 dengan terpilihnya Presiden baru yang merupakan Menteri Luar Negeri, James Madison.
4.3 Jeffersonian Democracy: Politik Demokrasi Thomas Jefferson
Setelah menjabat sebagai Presiden Thomas Jefferson tetap menunjukkan kesederhanaannya di depan publik. Jefferson mulai melakukan tatacara demokratis dalam tubuh pemerintahannya. Dia meminta kepada para bawahannya agar menunjukkan sikap egaliter dengan rakyat biasa. Selain itu Jefferson juga mengeluarkan sebuah aksesi yang datang dengan perubahan yang diputuskan dalam adat sosial di Mantion Eksekutif. Perubahan tersebut adalah bahwa Etika formal selama rezim Federalis dihapuskan, dan diganti dengan salah satu kesederhanaan demokratis. Tetapi Jefferson selalu dituduh sembarangan dalam hal berpakaian, dan membawa kesederhanaan demokratis di luar batas yang ditentukan oleh kesopanan resmi. Jefferson sangat jarang menggunakan pakaian-pakaian yang bersifat formal meskipun ketika ia menjamu makan malam bersama anggota dewan.
Thomas Jefferson adalah seorang pemimpin yang mengembangkan republikanisme di Amerika Serikat. Jefferson memberikan penjelasan bahwa sistem aristokrat Inggris pada dasarnya adalah korup dan pengabdian Amerika Serikat untuk kemerdekaan kebajikan sipil diperlukan. Prinsip politik Jefferson sangat dipengaruhi oleh pemikiran dari John Locke, terutama dalam hal yang berkaitan dengan prinsip hak asasi. Jefferson mempercayai bahwa setiap orang memiliki hak-hak tertebtu. Jefferson mendefinisikan hak kebebasan sebagai kebebasan yang sah atas tindakan yang tidak terhalang sesuai dengan kehendak dalam batas-batas hak yang sama dengan orang lain. Bagi Jefferson, pemerintahan yang tepat adalah pemerintah yang tidak hanya melarang individu-individu dalam masyarakat dari pelanggaran terhadap kebebasan individu lainnya, tetapi juga menahan diri dari kebebasan individu itu sendiri. Namun, Thomas Jefferson juga tidak mendukung kesetaraan gender, dan menentang keterlibatan perempuan dalam urusan politik. Karena menurut pendapatnya perempuan hanya sebatas untuk menenangkan pikiran seorang suami tanpa harus ikut campur dalam pemikiran politik.
Setelah berakhir pemerintahan administrasi Federalis dari George Washington dan John Adams, pemilihan Presiden yang dimenangkan Thomas Jefferson pada tahun 1800, sekaligus merubah pola pemerintahan dari yang sebelumnya. Filosofi demokrasi Jefferson mulai mendominasi politik Amerika Serikat pada tahun 1800-1824, bahkan samapai pemerintahan James Madison dan James Monroe. Selain Jefferson sendiri, juru bicara terkemuka yang mendukung dan menyerukan prinsip-prinsip Demokrasi Jefferson termasuk Madison, Albert Gallatin dan John Randolph.
Politik Demokrasi Jefferson ditandai dengan cita-cita yang disampaikan dalam bentuk pidato dan perundang-undangan, diantaranya sebagai berikut:
1.      Nilai politik utama Amerika Serikat adalah demokrasi perwakilan. Artinya warga negara memiliki kewajiban untuk membantu negara dalam melawan korupsi, terutama Monarkisme dan Aristokrasi.
2.      Amerika memiliki tugas untuk menyebarkan apa yang disebut Jefferson sebagai Empire of Liberty untuk dunia tetapi harus menghindari keterlibatan aliansi.
3.      Pemerintah nasional merupakan lembaga untuk kepentingan umum, perlindungan dan keamanan terhadap bangsa maupun orang atau masyarakat. Hal tersebut harus diawasi dengan ketat serta diberi batasan didalam kekuasaannya.
4.      Pemisahan antara Gereja dan negara untuk menjaga pemerintahan bebas dari perselisihan agama. Begitu pun sebaliknya agama bebas dari ikut campur tangan pemerintah.
5.      Kebebasan berbicara dan pers.
6.      Semua orang berhak untuk mengeluarkan pendapat untuk memiliki suara dalam pemerintah. Perlindungan dan perluasan kebebasan manusia adalah salah satu tujuan utama dari Demokrasi Jefferson. Selain itu warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa peduli terhadap keadaan maupun status kehidupan.
Namun meskipun demikian banyak para ahli yang berpendapat bahwa Thomas Jefferson menjalankan demokrasi yang baik, dan bahkan menjadi pencetus pemerintahan demokrasi di Amerika serikat. Tetapi Kuehnelt – Leddhin berpendapat bahwa, Demokrasi Jefferson adalah keliru, karena Jefferson tidak demokrat tetapi sebenarnya percaya dalam aturan elit. Tetapi terlepas dari itu kesederhanaan serta pemikirannya telah menunjukkan bahwa Jefferson memang menggunakan pola yang demokrasi selama pemerintahannya menjadi Presiden selama dua periode.
4.4 Jasa-jasa dan Peranan Thomas Jefferson
4.4.1 Declaration of Independence
Pada saat diadakan Perjanjian Paris pada tahun 1763 tidak menciptakan ketenangan dalam sistem imperium Inggris karena sangat luas. Kebijaksanaan Inggris terhadap orang-orang Indian juga menunjukkan lemahnya sistem imperium. Inggris menggunakan kebijaksanaan yang sama dalam mengatasi masalah orang-orang Indian. Inggris melarang kaum kolonis untuk melakukan ekspansi ke arah barat untuk mendapatkan lahan baru. Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan di kalangan kaum kolonis, sehingga muncul penentangan. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh James Otis yang menentang kesewenang-wenangan dan otoritas Parlemen Inggris mengenai beberapa aspek kehidupan kaum kolonis terutama dalam bidang perdagangan. Kemudian penentangan yang dilakukan oleh Patrick Henry, mengenai hak-hak Privi Council masalah hukum di Virginia. Perjuangan melawan Inggris dilakukan untuk mengubah sikap kolonial. Dewan-dewan lokal menolak Rencana Serikat Albany pada tahun 1754. Selain itu mereka juga tidak bersedia untuk menyerahkan hak otonominya ke badan lain.
Untuk mengatasi krisis akibat Perang Tujuh Tahun, Inggris menggunakan daerah koloni sebagai sumber keuangan dengan mengeluarkan sugar act pada tahun 1764. Pada tahun yang sama pula Inggris mengeluarkan undang-undang baru yaitu Curency Act yang melarang koloni untuk mencetak uang sendiri. Dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut otomatis menimbulkan kemarahan dari koloni-koloni dan mengancam melakukan pemboikotan terhadap barang buatan Inggris sebelum undanh-undang tersebut dihapuskan. Untuk selanjutnya Inggris kembali mengeluarkan undang-undang Stamp Act dan Quartering Act pada tahun 1765. Berulang kali dilakukan penentangan terhadap kebijakan Inggris tetapi Inggris masih tetap keras mengeluarkan undang-undang yang merugikan pihak koloni. Hingga pada perkembangan selanjutnya penentangan tersebut mencapai pucaknya ketika Inggris mengeluarkan Undang-Undang Teh yang memberikan hak monopoli kepada East India Company untuk melakukan ekspor ke seluruh daerah koloni. Pada tanggal 16 Desember 1773 kaum kolonis menyamar sebagai Indian Mohawk menaiki kapal Inggris yang berlabuh di pelabuhan Boston dan membuang muatan teh ke laut. Peristiwa tersebut dikenal dengan Boston Tea Party , yang menjadi pemicu terjadinya Revolusi Amerika.
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat merupakan pernyataan yang diadopsi dari Kongres Kontinental pada tanggal 4 Juli 1776. Dalam Kongres tersebut diumumkan bahwa 13 koloni Amerika untuk mendapatkan kebebasan menjadi negara merdeka, dan tidak lagi menjadi bagian dari Kerajaan Inggris. Pada bulan September 1774, diadakan Kongres Kontinental I di kota Philadelphia. Kongres dihadiri oleh delegasi-delegasi dari semua koloni kecuali Georgia. Kongres tersebut dimaksudkan untuk merundingkan keadaan daerah koloni yang semakin memburuk. Dalam Kongres diputuskan untuk mengajukan petisi terhadap Raja  dalam menentang hak Parlemen Inggris untuk memberlakukan pajak terhadap daerah koloni Amerika. Kemudian setelah perdebatan panjang dibentuk Assosiasi Kontinental yang menyepakati tidak membeli atau menjual semua barang buatan Inggris.
Di Massachusetts muncul ketegangan antara Inggris dengan koloni, sehingga terjadi pertempuran di Lexington Green. Ditengah ketegangan tersebut diadakan lagi Kongres Kontinental II di Pennsylvania State House di Philadelphia pada tanggal 10 Mei 1775. Kongres ini tidak mencapai kesepakatan mengenai pernyataan kemerdekaan, tetapi menyepakati perlunya angkat senjata melawan Inggris sesuai usul Jefferson dan John Dickison.
Semakin kuat pertentangan antara Inggris dengan koloni-koloni di Amerika ditambah dengan munculnya sebuah karya dari Thomas Paine yang terkenal dengan tulisannya yang berjudul Common Sense. Tulisan tersebut memuat mengenai ide baru yang memberikan pemahaman kaum kolonis di Amerika mengenai arti penting kemerdekaan. Pada tanggal 7 Juni Richard Henry Lee dari Virginia mengajukan resolusi yang menyatakan bahwa ia memberikan persetujuan atas kemerdekaan dari Inggris. Sementara itu manuver politik adalah pengaturan untuk deklarasi resmi kemerdekaan, maka disusun sebuah sebuah dokumen yang menjelaskan mengenai keputusan yang akan disampaikan dalam Kongres. Pada tanggal 11 Juni 1776 dibentuk Komite Lima yang terdiri dari, John Adams dari Massachusetts, Benjamin Franklin dari Pesnnsylvania, Thomas Jefferson dari Virginia, Robert R. Livingston dari New York, dan Roger Sherman dari Connecticut, untuk merancang sebuah deklarasi. Kelima dari anggoa komite tersebut  terdapat ketidak pastian tentang bagaimana proses pembuatan rancangan untuk deklarasi. Karena antara John Adams dengan thomas Jefferson selalu bertentangan dan tidak sepenuhnya dapat diandalkan. Maka disetujui oleh anggota Komite yang lain bahwa yang menulis Draft pertama adalah Thomas Jefferson. Jefferson dalam menulis draft sendirian tetapi ketika dibuat salinan untuk diserahkan kepada Kongres, ia berdiskusi dengan yang lainnya sehingga membuat beberapa perubahan. Tanggal 28 Juni 1776, dokumen tersebut diserahkan kepada Kongres, dengan judul A Declaration by the Representatives of the United States of America, in General Congress assembled.
Pada tanggal 2 Juli 1776 Kongres menyepakati usulan Richard Henry Lee untuk mengesahkan pembacaan Deklarasi Kemerdekaan pada tanggal 4 Juli 1776. Pidato Deklarasi Kemerdekaan dibacakan oleh Thomas Jefferson. Isinya menyatakan bahwa pada dasarnya pemberontakan merupakan hak alamiah umat manusia untuk mendirikan pemerintahan baru yang berdasarkan atas keinginan rakyatnya. Kemudian selanjutnya adalah mengenai tuduhan Raja Inggris yang mengabaikan hak-hak khusus kaum kolonis, dan protes terhadap pemerintahan Raja yang selalu ikut campu dalam pemerintahan koloni di Amerika Serikat. Deklarasi kemudian ditandatangani oleh Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, dan John Adams pada tanggal itu juga yaitu 4 Juli 1776. Sejarawan telah berusaha untuk mengidentifikasi sumber-sumber yang sebagian besar mempengaruhi kata-kata dalam deklarasi kemerdekaan. Oleh karena itu Jefferson membuat pengakuan bahwa, dalam Deklarasi terkandung tidak terkandung ide-ide asli atau individu, tetapi sebaliknya memberikan pernyataan yang luas bagi pendukung Revolusi Amerika. Setelah penandatanganan Kongres Deklarasi Kemerdekaan tidak langsung memberikan kebebasan Amerika Serikat dari ancaman Inggris, tetapi justru terjadi perang kemerdekaan Amerika Serikat yang berlangsung selama 6 tahun (1776-1783).
4.4.2 Louisiana Purchase: Pembelian Louisiana
Salah satu tindakan keberhasilan politik Thomas Jefferson selama pemerintahannya sebagai Presiden Amerika Serikat adalah pembelian Louisiana dari Prancis pada tahun 1803. Keberhasilan pembelian tersebut telah menjadikan wilayah negara Amerika Serikat bertambah luas. Proses pembelian tersebut ada kaitannya dengan srangkaian peristiwa yang terjadi di Eropa. pada awalnya Louisiana merupakan wilayah kekuasaan Spanyol, tetapi ketika akhir Parang Tujuh Tahun Spanyol menyerahkan wilayah Louisiana kepada Prancis pada tahun 1800. Thomas Jefferson melihat kemungkinan bahwa dominasi imperialisme Eropa di Amerika semakin kuat, terutama ketika Napoleon mampu meredam gerakan revolusi di kepulauan Hispanola dan menduduki wilayah New Orleans serta menguasai wilayah Louisiana. Maka Thomas Jefferson berusaha untuk mendapat wilayah Louisiana dengan berbagai cara. Kemudian Jefferson mengutus James Monroe dan Robert Livingstone ke Paris (1802) untuk berunding mengenai pembelian Louisiana oleh Amerika Serikat dari Prancis.
Amerika Serikat dalam pembelian Louisiana dari Prancis juga harus berhadapan dengan saingannya Inggris yang sama-sama ingin mendapatkan wilayah Louisiana yang kaya akan sumber daya alam. Namun Amerika segera melakukan upaya diplomatik secara intensif dengan mengutus Robert Livingstone untuk menemui Menteri Luar Negeri Prancis. Dalam pertemuan tersebut terjadi tawar-menawar yang cukup menarik mengenai pembelian Louisiana, yaitu harga yang ditawarkan oleh Amerika Serikat terlampau rendah menurut pandangan Prancis. Tetapi beberapa minggu kemudian yaitu pada tanggal 30 April 1803, perjanjian pembelian Louisiana ditandatangani oleh Robert Livingstone, James Monroe, dan Marbois Barbe di Paris. Thomas Jefferson mengumkan perjanjian pembelian tersebut kepada rakyat Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1803. Senat Amerika Serikat meratifikasi perjanjian pada tanggal 20 Oktober 1803, dan pada hari berikutnya Presiden Thomas Jefferson secara resmi telah memiliki wilayah tersebut dan diperbolehkan untuk membentuk pemerintahan militer sementara.
Penggabungan wilayah Louisiana yang baru dibeli dari Prancis telah menambah wilayah administrasi Amerika Serikat semakin luas. Namun tidak sampai disana, pada tahun 1804-1806 Thomas Jefferson memerintahkan untuk melakukan ekspedisi ke arah barat menjelajahi Sungai Mississippi, Pegunungan Rocky dan ke Sungai Columbia yang bermuara di Samudera Pasifik. Ekspedisi ke arah barat tersebut dipimpin oleh Meriwether Lewis dan William Clark. Ekspedisi tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data-data mengenai geografis wilayah. Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi wilayah baru dan membuka bagian barat Amerika untuk pemukiman penduduk.
Penjelajahan ke Sungai Columbia yang mengarah ke Samudera Pasifik dimaksudkan untuk menemukan rute air ke Pasifik dan membangun hubungan perdagangan dengan India Barat. Sebenarnya ekspansi yang dilakukan Thomas Jefferson ke arah barat serta pembelian Louisiana ditentang oleh Federalis New England karena akan menimbulkan disintegrasi sosial di Amerika Serikat. Tetapi justru Thomas Jefferson mendapatkan dukungan yang besar dari rakyatmya untuk terus melakukan ekspansi ke arah barat.
4.4.3 Perbudakan
Thomas Jefferson dikenal sangat menentang perbudakan sebagai lembaga dan ingin mengakhiri perbudakan tersebut, tetapi berdasarkan bukti sejarah Jefferson sendiri bergantung kepada tenaga kerja budak, baik di perkebunan maupun dalam kepengurusan rumah tangganya. Penentangan Jefferson terhadap perbudakan adalah ketika ia menyusun rancangan Deklarsi Kemerdekaan pada tahun 1776. Thomas Jefferson memandang bahwa perbudakan adalah suatu kejahatan keji dan merupakan kebejatan moral. Menurut David Brion Davis mengatakan bahwa, Thomas Jefferson merupakan salah satu negarawan pertama dalam setiap bagian dari dunia untuk mendukung langkah konkret untuk membatasi dan memberantas perbudakan Negro.
Di dalam draft pertama Deklarasi Kemerdekaan, Thomas Jefferson memberikan tuduhan dan penentangan terhadap Kerajaan Inggris untuk perdagangan budak. Pada pertengahan tahun 1770, Jefferson mengeluarkan rencana emansipasi secara bertahap di Virginia, dimana budak anak-anak akan dibebaskan. Thomas Jefferson juga menulis sebuah aturan semacam tagihan untuk mencegah kulit hitam bebas untuk tinggal atau pindah ke Virginia. Maka warga kulit hitam harus dideportasi dan diganti oleh penduduk yang berkulit putih. Khawatir akan terjadi pemberontakan terhadap kulit putih maka dikeluarkan kebijakan untuk mempersiapkan budak untuk kebebasan, diantaranya dalam hal pendidikan, emansipasi, dan transportasi tanpa biaya untuk mengembalikan mereka ke Afrika.
Pada tahun 1778 Jefferson mengeluarkan perintah melalui legislatif Virginia, salah satunya adalah untuk melarang impor budak dari luar Amerika Serikat. Davis mengatakan bahwa pengurangan impor budak secara otomatis mengarah pada perbaikan dan penghapusan perbudakan secara bertahap. Banyak pemilik budak menentang perdagangan budak internasional, tetapi masih mendukung perbudakan. Mengakhiri impor budak meningkatkan nilai budak dan menurunkan kemungkinan pemberontakan budak yang berhubungan dengan pendatang baru.  Pada tahun 1784, Jefferson menulis sebuah peraturan melarang perbudakan di semua wilayah bukan hanya di wilayah selatan saja, tetapi gagal dengan satu suara. Ketika Thomas Jefferson berada di Prancis sebagai Duta Besar Amerika Serikat, Kongres Amerika Serikat mengadopsi sebuah versi yang melarang perbudakan di Teritori Northwest (sebelah utara Sungai Ohio). Thomas Jefferson adalah seorang pemimpin yang menghapuskan perdagangan budak internasional, baik untuk Virginia dan bangsa secara keseluruhan.
Selama masa kepresidennya Jefferson merasa kecewa kepada generasi muda yang tidak melakukan gerakan apapun untuk menghapuskan perbudakan di Amerika Serikat. Pada tahun 1806 Thomas Jefferson menyampaikan dalam Kongres untuk melarang perdagangan budak internasional. Perdagangan budak tersebut termasuk ke dalam pelanggaran hak asasi manusia. Januari 1808, Thomas Jefferson menandatangani Rancangan Undang-Undang yang disahkan oleh Kongres dan perdagangan internasional khususnya budak menjadi ilegal.
Jefferson memandang bahwa antara Amerika Serikat dan Afrika tidak akan bisa hidup dalam masyarakat. Maksudnya, adalah bahwa orang kulit hitam tidak mungkin bisa hidup bebas bersama-sama dengan orang kulit putih.Untuk solusi jangka panjang, Jefferson berfikir bahwa budak harus dibebaskan, mereka harus dikirim kembali ke Afrika. Jika hal tersebut tidak dilakukan akan mendorong pemberontakan budak untuk mencari kebebasan. Pada tahun 1809 Thomas Jefferson menulis kepada Abbe Gregoire dalam sebuah buku catatannya. Jefferson mengatakan bahwa orang kulit hitam memiliki kecerdasan terhormat tetapi tidak mengubah pandangannya.
4.4.4 University of Virginia
Thomas Jefferson pensiun menjadi Presiden pada tahun 1809. Tetapi Jefferson terus aktif dalam urusan publik. Jefferson ingin membangun lembaga pendidikan tinggi yang bebas dari pengaruh gereja. Pada tahun 1819 Jefferson ia mendirikan University of Virginia. Setelah dibuka pada tahun 1825, universitas adalah universitas pertama yang menawarkan batu tulis penuh dengan kursus elektif untuk mahasiswa. Universitas ini  salah satu proyek konstruksi terbesar di Amerika Utara, Universitas ini terkenal karena berpusat kepada perpustakaan daripada gereja.